MENJADI SAKTI & SIDDHI DENGAN KANDAPAT

Om Swastyastu,

Dewasa ini, banyak semeton kita, khususnya di bali ingin belajar untuk menjadi sakti & siddhi secara instan, mudah, sederhana, tanpa perlu usaha, serta langsung sakti bahkan menjadi siddhi.

Hal ini tidak berlaku di BWSG, karena semua hal yang diinginkan harus dengan usaha tertentu, bakti & lascarya, serta berkesinambungan.

Kemampuan seperti clairaudience (mendengar suara yang tak dapat didengar oleh telinga manusia normal), clairvoyance (kemampuan untuk melihat obyek yang tidak ada didepan indrya mata), dan telepathy (kemampuan untuk mengirim dan menerima pikiran, atau yang biasa disebut dengan siddi adalah kemampuan seseorang untuk mencapai tingkatan pengetahuan yang penuh secara totalitas, berbagai pengetahuan serta pemikiran (jnana) tertinggi serta berhasil mempraktekannya sehingga mampu berbuat sesuatu yang melampaui kodrat alam, bersifat gaib, sehingga pantas disebut sakti, atau manusia sakti.

Dalam Pasemetonan Bayu Wisesa Segara Gni, semua hal yang berhubungan dengan hal yang bersifat gaib, niskala, kesaktian, kanuragan, kawisesan dan kasidhian diperoleh melalui pelatihan, inisiasi, pemasupatian, meditasi pasukwetu, pengeradanan, dan pengerehan.

PROSESI NGEREH KANDAPAT BHUTA.

Ngereh adalah prosesi mistik yang sangat rahasia. Disebut rahasia, karena dilakukan tengah malam di tempat khusus.

Yang merupakan tahapan akhir dari proses pemasupatian angga, dengan melakukan "pengerehan" sebagai uji coba, apakah pemasupatian tersebut berhasil dan sukses dilakasanakan.

Kenapa dikatakan sukses, karena dalam pemasupatian angga itu, telah dilakasanakan upacara "ngerajah angga" dengan menggunakan berbagai sastra dan aksara weastra yang telah digabungkan menjadi bijaaksara yang diakulturasikan menjadi dasaaksara, dengan berbagai pengeringkesannya menjadi panca brahma dan panca tirta (panca aksara), kemudian menjadi tri aksara dan dwi aksara, dan berakhir menjadi Ongkara (Eka Aksara) yang dilukiskan dalam wujud aksara modre.

Pengerehan ini dimaksudkan untuk mengaktifkan kekuatan dalam diri sendiri untuk mencapai kesadaran diri dan dapat menyatu dengan kekuatan dan sifat-sifat beliau dengan menyatukan Ongkara Ngadeg dan Ongkara sungsang dalam tubuh sehingga nantinya dapat mencapai tahapan pemurtian,

Pengerehan ini lebih dekat dengan kata kerauhan dan pengeredanan, yang artinya memasukan roh manifestasi Tuhan dalam berbagai prebawa/perwujudannya, sehingga akan menimbulkan berbagai gesekkan sekala-niskala terhadap badan, jiwa, roh dan pikiran, sehingga akan ada atau tepatnya timbul gerakan-gerakan dalam tubuh, teriakan, tarian (mesolah). 

PROSESI NGEREH KANDAPAT SARI.

Berbeda dengan prosesi ngereh dalam kanda pat bhuta, 

Dalam Kanda Pat Sari, prosesi ngereh selain disebutkan dalam teks di depan, juga ada berbagai penambahan fungsi dan tujuan hal mana lebih dominan sebagai cara untuk "mengurip" menghidupkan serta memurtikan berbagai ajian-ajian yang telah di terima selama ini serta menyusupkan beberapa ajian baru, sehingga yang bersangkutan menjadi lebih siddhi, sakti dan mawisesa sesuai dengan tingkat pelajaran yang diterima.

Dengan adanya pengerehan ini, maka praktik ajaran Kanda Pat dapat dimaksimalkan serta difungsikan sesuai dengan minat, bakat serta tujuan sisya belajar di BWSG ini, tidak semata-mata ajaran Kanda Pat hanya sebagai pelajaran pasif saja, diam, melakoni, tapi tidak dapat berbuat di saat diperlukan oleh keluarga, semisal untuk penyengker (proteksi), pengobatan, dan perlawanan bila memang diperlukan, atau nyomia bhuta.

Di BWSG Bali, memang dibuat khusus oleh Maha Guru BWSG Bali, setelah melalui pemikiran mendalam, agar ajaran ini selain untuk spiritual, juga untuk penempur dikala memang diperlukan, sehingga dapat mengalahkan musuh yang mengganggu keluarga, atau melakukan perbuatan negatif lainnya dan merugikan keluarga.

PROSESI KERAUHAN

Selain "pengerehan" untuk pembuktian akan adanya unsur niskala atau roh gaib atau kekuatan dan sifat Ketuhanan dalam berbagai prebawanya yang masuk ke dalam tubuh, ada juga prosesi "kerauhan" di dalam setiap kegiatan Yadnya di Pasemetonan Bayu Wisesa Segara Gni Bali ini.

Kerauhan, asal kata "rauh" yang berarti mendatangkan, hampir sama dengan pengertian "pengeradanan" atau "pengerehan", yang sama-sama mendatangkan Beliau dalam berbagai manifestasinya untuk dapat memasuki tubuh/badan seseorang.

Ciri-cirinya juga sama, gerakan tubuh tidak bisa dikendalikan, walau pikiran setengah sadar, terkadang meneteskan air liur atau air mata, terkadang ada teriakan atau ucapan yang keluar disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari pelaksanaan yadnya tersebut, misal upakara bhuta yadnya atau dewa yadnya.

Dalam Pasemetonan Bayu Wisesa Segara Gni, lebih pada kerauhan Dewa Yadnya, karena yang "datang/rauh" adalah sasuhunan agung atau presanak dalam berbagai wujud dan bentuk serta sebutanNya.

Dalam kerauhan ini lebih dominan mengambil wujud sebagaimana ajian atau keilmuan yang dimiliki oleh para pelaku spiritual di Pasemetonan Bayu Wisesa Segara Gni Bali ini, misal ajian Macan Gading maka yang merangsuki tubuh "tapakan kerauhan" ini adalah macan gading, demikian pula yang lainnya, semisal macan bajra kaya, macan kidul, macan poleng, maruti suta, dan sebagainya. Memang tidak semua mengambil wujud ajian yang merangsuki tubuhnya, ada juga wujud "tapakan Bhetara Sasuhunan" yang selalu disembah di sini, semisal Ratu Ayu dan sebagainya,  Sedang "tapakan kerauhan" para istri, lebih kepada Dewani dengan ciri tarian yang bersifat halus serta lemah gemulai, tanpa teriakan lebih kepada haturan tari-tarian

Dalam mempraktekkan kemampuan penggunaan ajian, meditasi serta kanuragan, Pasemetonan Bayu Wisesa Segara Gni, melakukan pelatihan rutin di Sekitaran Kawasan Suci Pura Hyang Sangkur, Pantai Lembeng, Desa Adat Ketewel, Sukawati-Gianyar setiap Hari Kamis Malam Pk. 17.00-21.00 serta Hari Minggu Pk. 06.00-09.00 dan Pk. 17.00-21.00.

Dalam Pelatihan ini, segala ajian yang berasal dari kemampuan perubahan wujud dan bentuk KandaPat, yang biasanya kami sebut " Sang Catur Sanak", kami latih, baik dalam wujud olah kanuragan (kesaktian) maupun dalam bentuk olah pengobatan, sehingga Semeton/sisya BWSG selalu menjadi siaga dalam berbagai hal yang berhubungan dengan spiritual.

Dalam Pasemetonan Bayu Wisesa Segara Gni, Sakti, itu harus dilatih secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga bisa menyatu dan menunggal dengan tubuh, pikiran, jiwa dan roh serta selanjutnya di sempurnakan melalui pemurtian untuk berbagai ajian (pelajaran) yang dimiliki, baik dengan cara meditasi, pasuk wetu, pengeredanan, pengerehan, penglukatan, dan penyepuhan.

Semoga terinspirasi.



Posting Komentar untuk " "